Bab 1 : Selalu Membayangi
Entah kenapa memori itu selalu membayangi.
Senantiasa menyela untuk hadir. Ruang imajinasi tak pernah cukup untuk
menampung segala ingatan itu. Ia selalu datang meski tak pernah kuundang. Ia
selalu kembali meski pernah kusuruh pergi.
Harapan itu kuyakini pernah ada. Namun
akarnya terlalu lemah. Musim berganti musim, hingga tiba gugur yang datang
bersama angin. Merobohkan segalanya. Menggoyahkan yang sudah susah-payah
ditanam. Sudah bosan mencoba bertahan, akhirnya tumbang juga.
Aku bersalah. Esensi atas sebuah kenyataan
yang nyatanya, terlalu naif untuk mewujudkannya nyata. Sebuah enigma rasa telah
bergerak cepat, terus menjalar tanpa pernah tau arah dan tujuan. Mendekat,
entah kepada siapa. Pun mungkin menjauh, entah dari siapa.
"Aku menjadikanmu ambisi, kau menjadikanku opsi"
Aku menjadikanmu ambisi, kau menjadikanku opsi. Aku menjadikanmu inspirasi, kau menjadikanku halusinasi. Terlalu sulit
untuk dipahami, kau lebih rumit dari teka-teki. Biar alam yang menyingkap tabir
misteri, kala aku tak mampu menafsirkan dalam diksi.
Tak pernah terlintas dalam benak, mengapa
kau cepat beranjak. Setelahnya, aku paham. Bahwa dalam dirimu ada keiistimewaan
yang terpendam. Keiistimewaan yang dengan teganya, mengikat diri ini dengan
simpul ikatan mati. Aku tenggelam pada karisma-mu yang mendalam.
Kini ingatan itu kembali menyeruak ke
permukaan. Menarik naik pilu yang tak tertahankan, pun pedih yang tak
terabaikan. Ada rindu yang terdalam. Diam-diam terpendam. Kelam.
Comments
Post a Comment