Bab 18 : Laut Rumahku, Dirimu Tujuan Pulangku
Begini. Kuberi tahu ya, gadis manis. Haha. Laut itu sahabat lamaku, karib dari nenek moyangku. Leluhurku sudah lama menggantungkan hidupnya pada lautan. Bagi mereka, laut adalah sumber daya karunia yang tak ada habisnya. Bagiku, laut adalah sumber inspirasi yang sulit dicari penggantinya.
Begini kutipan dari sahabatku; Kata lautan, kita hanyalah makhluk yang sering menggerutu. Menyalahkan dunia atas ketidakmampuan kita melewati berbagai permasalahan yang ada. Tentu, lautan lebih purba dari mimpi yang pernah terlintas di alam sadar kita. Lautan lebih dewasa dibanding kita yang sering terjebak keraguan. Lautan telah menjadi saksi begitu lama atas sejarah dunia. Sejarah yang kelam atas penindasan, perang, dan kekuasaan.
Aku tidak sabar kembali bertamu ke samudera.
Mendengar setiap nasihat yang dibawa bersama riuh rendah ombak di pesisir. Menyajikan tawa alami alam raya yang terhunus bersama mentari di ufuk jingga.
Sesampainya nanti aku di laut, akan kukabarkan kepada langit di atas air, bahwa aku telah mengenal dan belajar banyak hal dari hari kemarin. Lewat kata-kata semesta, akan kurangkum hidup yang tidak lama ini sebagai buku kehidupan. Lembar-lembarnya mungkin akan rusak dan usang, namun, isi dan kisahnya abadi. Karena telah lahir manusia yang bebas, yang bergerak, yang berdoa dan mendoakan, yang maaf dan memberi maaf, yang belum baik dan belajar menjadi baik. Aku adalah apa-apa yang tidak kau pikirkan.
Kembali padamu; saat aku melihatmu, menatap kedua matamu, di kedalamannya, aku melihat lautan yang teramat luas, biru dan perahu. Perahu kayu, terdampar sendiri, di tepi pantai yang sepi dan sunyi, aku berenang ke arahnya, namun yang ku jumpai hanyalah kekosongan dalam pikiranmu. Entah aku di mana, melihat apa, atau jangan-jangan semua yang biru ini hanyalah kesemuan semata. Aku bernafas, dan mungkin ini nyata. Aku tidak lagi tertidur, jelas ini bukan mimpi. Tapi, apa arti semua ini? Sekali lagi, ku lihat kedalaman kedua matamu. Semoga yang ku jumpai bukanlah biru lagi.
Aku tersadar. Laut ada pada dirimu. Meski berkali-kali kamu bilang takut pada laut, alibi itu mentah dengan kebijaksanaan dan kedewasaan dirimu. Aku menemukan sifat-sifat samudera yang tersimpul di kedua ujung senyumanmu. Kamu takut laut, aku takut kehilangan "laut".
Percayalah, aku akan segera pulang. Laut adalah rumahku, dirimu adalah tujuan pulangku.
uwu gils sekaleeeee 🔥
ReplyDeleteTerima kasih 🙏🏻
DeleteUuhhh bi,, literasimu luar biasa. Mantul mantul
ReplyDeletesiapa pun ini, terimakasih atas dukungannya 🙏🏻
Deletemantap kaleeee
ReplyDeleteuwu hana✨
DeleteKeren bgt sih!!!
ReplyDeleteyasa mikroba!!
DeleteKeren abisss
ReplyDeleteKeren abisss
ReplyDeleteashiaaaaap
DeleteWiw. Mintip sikili
ReplyDeletewiw jimil tirimi-kisih yi
Deletekereennn🤩
ReplyDelete