Wanita Indonesia Dalam Bersmasyarakat di Ranah Pendidikan


Ringkasan:

Sebuah esai tentang revitalisasi partisipasi perempuan dalam bidang pendidikan yang amat penting untuk dibahas. Semua wanita seharusnya berkewajiban untuk mengetahui apa yang menjadi haknya. Salah satu hak dari kaum perempuan adalah memperoleh pendidikan. Sejak zaman dahulu, ada budaya patriarki yang menjadikan perempuan seolah makhluk kasta kedua. Sistem sosial ini masih melekat hingga sekarang. Perempuan dianggap sebagai pelayan kaum pria dan seharusnya berada di rumah untuk mengurus rumah tangga. Apakah stigma ini memang merupakan identitas kehidupan sosial bangsa kita?

Sejarah Revitalisasi Partisipasi Perempuan dalam Bidang Pendidikan: Stereotip Perempuan & Patriariki

Dulu, memberi pendidikan kepada kaum perempuan adalah sesuatu yang salah dan di luar kebiasaan masyarakat Indonesia. Budaya patriarki masih sangat menjamur dan menempel pada masyarakat Indonesia zaman dahulu, terutama pada zaman kolonial. Stereotip akan perempuan tidak lepas dari budaya patriarki. Dua hal ini saling melengkapi satu sama lain.

Dalam paham patriarki, laki-laki seharusnya berkuasa dalam setiap aspek kepemimpinan; politik, hak sosial, penguasaan properti, hingga otoritas moral. Jika membicarakan dalam skala keluarga, maka seorang ayah adalah pihak yang mempunyai otoritas terhadap perempuan, harta benda, dan anak-anaknya. 

Dapat disimpulkan bahwa dalam sistem sosial patriarki ini, laki-laki lebih berhak untuk pendidikan. Hal ini jelas berbeda dengan tujuan atas revitalisasi partisipasi perempuan dalam pendidikan. Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah apakah hal ini sangat harus untuk diterapkan? Apakah akan ada kerugian apabila perempuan juga memiliki hak istimewa dalam hal pendidikan? 

Ulyan Nasri dalam bukunya yang berjudul Akar Historis Pendidikan Perempuan yang ditulis pada tahun 2015 memberikan contoh lekatnya patriarki dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Menurutnya, terdapat pandangan budaya berupa anggapan bahwa perempuan adalah sosok manusia yang secara kultural memang tidak memerlukan pendidikan tinggi. 

Dalam buku yang ditulis oleh Ulyan juga masih mengutip berbagai opini tentang perbedaan gender laki-laki dan perempuan. Sampai saat ini pun, ada anggapan yang muncul dalam masyarakat bahwa kaum perempuan seharusnya mengurusi semua pekerjaan yang bersifat domestik rumah tangga, karena inilah tanggung jawab dari kaum perempuan. Anggapan yang ada di masyarakat ini bisa disebut sebagai beban ganda atau double burden

Double burden menyebabkan perempuan memiliki beban kerja yang lebih berat serta alokasi waktu yang lebih lama. Sebab mereka memiliki tugas untuk menjaga kerapian dan kebersihan rumah tangga..

Penjelasan sampai sini sebenarnya cukup memberikan kita alasan mengapa bermunculan kaum feminis. Sangat wajar sekali kaum feminis turun ke jalanan atau menyuarakan kampanye anti patriarki dan embel-embel lainnya yang berkaitan dengan hak perempuan.

Partisipasi Wanita dalam Dunia Pendidikan dan Penelitian Terkait

Sesuai apa yang telah ditulis sebelum sebelumnya, kita bisa menyimpulkan bahwa sistem sosial yang paling digunakan saat ini adalah sistem patriarki. Hal ini memaksa seorang perempuan tidak memiliki kesempatan untuk terjun dalam dunia pendidikan, atau paling tidak dibatasi untuk mengeksplorasi pendidikan lebih jauh.

David Archer dalam bukunya yang berjudul Personality Theories; Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia”, menyatakan bahwa hampir setengah populasi penduduk di dunia ini kesulitan mengakses pendidikan.

Dalam penelitian yang telah dilakukannya bersama rekannya, sebanyak 100 juta anak atau 59% anak di dunia ini mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan. Lalu, dari 100 juta anak yang kesulitan mengakses pendidikan ini, mayoritas adalah anak perempuan. 

Angka ini benar-benar sangat ironi. Bagaimana lebih dari setengah populasi anak di dunia kesulitan untuk mengakses pendidikan. David Archer juga menyebutkan bahwa salah satu kegagalan dunia dalam mengedepankan kesetaraan hak atau emansipasi adalah terletak pada akses pendidikan. Sulitnya akses pendidikan bagi anak perempuan adalah salah satu alasan mengapa emansipasi sulit untuk diraih.

Berbicara soal partisipasi wanita dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari sosok pahlawan Raden Ajeng Kartini. Sangat bisa dikatakan bahwa Raden Ajeng Kartini adalah sosok yang membuat kaum wanita di Indonesia bisa belajar dan setara dengan kaum pria sampai sekarang ini. Pengaruhnya kepada dunia pendidikan untuk kaum wanita sangat layak diberikan apresiasi yang besar

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Raden Ajeng Kartini tumbuh menjadi sosok yang rajin membaca dan sangat mencintai pendidikan. Fakta sejarah menunjukkan ia memang sudah dijodohkan di saat usianya masih sangat muda. Namun, diperistri dengan seorang pria tidak membuatnya kehilangan hobi membaca dan melunturkan kecintaannya pada dunia pendidikan terutama bagi kaum wanita. Ia yang saat itu tidak merasakan keadilan dan kesetaraan antara kaum pria dengan kaum wanita kemudian mulai memulai perjuangan. Apa yang ia perjuangkan adalah kesetaraan untuk kaum wanita dan kaum pria, terutama di dunia pendidikan. 

Berkaca pada hal ini, sangat wajar Hari Kartini dirayakan setiap tahun, serta dijadikan tanggal penting dalam skala nasional. Mungkin ada sosok-sosok pemberani lain dalam bidangnya masing-masing, tetapi Raden Ajeng Kartini yang memperjuangkan atau menyuarakan hak kaum wanita melakukan suatu hal yang benar-benar berbeda.

Revitalisasi Partisipasi Perempuan dalam Bidang Pendidikan Saat Ini

Apakah yang terjadi pada zaman kolonial tersebut juga terjadi pada zaman milenial seperti sekarang ini? Pertanyaan seperti ini sangat bisa dijawab dengan meliahat fakta yang tersedia. Di zaman modern ini tidak sedikit wanita yang berpartisipasi dalam dunia pendidikan Indonesia. 

Perjuangan tokoh pahlawan wanita pada zaman kolonial adalah mengedepankan kesetaraan hak dan pendidikan. Saat ini, kesetaraan tersebut sudah tercapai. Sebagai gantinya, terdapat banyak pencapaian di bidang pendidikan wanita yang sangat erat dengan perkembangan dunia, seperti di Indonesia.

Dari presiden hingga menteri. Dari penyanyi, penulis, pelukis, atau pekerja seni lainnya. Pebisnis, pendiri ­start-up, investor, maupun lainnya. Banyak sendi-sendi kehidupan bangsa yang kini diisi oleh peran wanita. Tidak sedikit dari mereka yang pergi melanjutkan studi di luar negeri hingga pendidikan tertinggi, lalu kembali pulang untuk membangun negeri. Dengan karya, mereka memberi hadiah terindah bagi ibu pertiwi.

Mereka memang tidak memperjuangkan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan zaman kolonial dulu. Namun, ia berhasil menginspirasi banyak kaum wanita di Indonesia untuk menjadi sosok yang lebih percaya diri di dunia pendidikan. 

Kesimpulannya, revitalisasi partisipasi perempuan dalam bidang pendidikan merupakan upaya yang harus dilakukan semua pihak. Bukan hanya dari kaum wanita saja, tetapi juga para pria. Keadilan dalam menjadi objek maupun subjek pendidikan merupakan hak seluruh warga, tidak terkecuali pria maupun wanita. Pencapaian yang telah diperoleh para perempuan Indonesia sudah selayaknya dihargai dan didukung oleh seluruh lapisan masyarakat.

Daftar Pustaka:

Fakih, Wahab. (2007). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Ganelli, Aries Eva, dkk. 2010. Kepribadian Perempuan Aceh yang Tangguh. Medan: USU Press.

Nasri, Ulyan. 2015. Akar Historis Pendidikan Perempuan. Sleman: Deepublish.

Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda Tetapi Setara; Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Symmers, Agnes Louisse. 1985. Letters of A Javanese Princess R.A. Kartini. London: University Press Of America.

Archer, David. (2006). Personality Theories; Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia (terjemahan oleh Inyiak Ridwan Muzir). Prismasophie; Yogyakarta.

Kahwad. (2012). Upaya Sederhana Perkuat Keterlibatan Kaum Hawa. Harian Kompas: 31 September 2014.

Nasir, Lilianti. 2017. Persamaan Hak: Partisipasi Wanita Dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan vol.17 No.1 Tahun 2017 Universitas Muhamadiyah Kendari.

Thompson. (2003). 8TCaring in Context: Four Feminist Theories on Gender andEducation’ Curriculum

___________________________________________________________________________________

Alhamdulillah, tulisan ini menjadi juara ketiga dalam kompetisi esai "Surat Cinta untuk Kartini" yang diselenggarakan BEM Fakultas Pertanian Unsyiah, Mei 2020.



Comments

  1. Mantapp bg bi ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ’ช

    ReplyDelete

Post a Comment

Lihat juga: