Kampus Merdeka Untuk Perspektif Umat Manusia yang Tidak Terbatas
![]() |
| Dok : USK |
Belajar adalah kewajiban bagi siapa saja, bukan hanya mahasiswa saja. Memang faktanya begitu, siapa saja dengan profesi apa saja dan usia berapapun dalam hidupnya membutuhkan belajar untuk bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan atau inginkan. Hanya saja, mahasiswa adalah ‘profesi’ yang ‘seharusnya’ mendapatkan proses belajar yang tidak terbatas untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya.
Esai ini membahas bagaimana mahasiswa seharusnya mendapatkan
kemerdekaan tak terbatas soal mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Sebuah
kesempatan untuk bisa belajar tanpa batas pada ilmu apa saja yang mereka
inginkan. Bukan bicara soal kebebasan berpendapat, melainkan kebebasan dalam
belajar.
Mahasiswa dan Kemerdekaan Belajar
Mahasiswa diberi kesempatan untuk mendapatkan ilmu atau
wawasan sebanyak-banyaknya semasa pendidikan. Prinsipnya sebenarnya sama dengan
siswa di sekolah, hanya saja mahasiswa memiliki jangkauan lebih luas. Perbedaan
ini mungkin saja yang menjadikan adanya perbedaan sebutan antara keduanya,
yaitu ‘siswa’ dengan ‘mahasiswa’.
“Repercussions of
not passing the exam: not getting the course you wanted in college, which in
turn will affect your standard of life” ditulis di dalam buku yang berjudul
The Big Book Of Independent Thinking: Do
Things No One Does Or Do Things Everyone Does In A Way No One Does yang dikarang oleh Ian Gilbert. Tepatnya di
halaman 68, menjelaskan akibat dari perkuliahan yang diambil mahasiswa
mempengaruhi kehidupan standar mereka.
Bukan hanya kesadaran akan mendapatkan kesempatan
menambah ilmu sebanyak-banyaknya, dengan instrumen dan fasilitas yang ada,
perguruan tinggi mana saja pasti mendukung mahasiswanya untuk mendapatkan
pengalaman juga. Organisasi, komunitas, hingga UKM diberikan demi memperkaya pengalaman
bagi
mahasiswa.
Itulah mengapa menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi
adalah salah satu keinginan banyak orang tua di dunia. Hal ini dijelaskan di
dalam buku berjudul The Intelligent Negotiator: What To Say, What To Do, and
How To Get What You Want Anytime yang
dikarang oleh Charles Craver di halaman 185. Bahwasannya “Many employees do
this, by saying that they want to purchase a larger house, their children are going to expensive private schools or colleges,
or they have to provide financial assistance for their ailing parents”.
Lalu apa yang dimaksud dengan kemerdekaan belajar, dan
apa hubungannya dengan mendapatkan ilmu seluas-luasnya? Kita semua pasti cukup
setuju untuk mengatakan bahwa semua orang mendapat kemerdekaan dalam belajar.
Ya, kita tinggal di negara yang sudah merdeka.
Namun, apa yang dimaksud merdeka di sini adalah kampus
merdeka yang membolehkan siswa bisa mempelajari ilmu-ilmu di luar jurusannya.
Program studi atau jurusan sebelumnya telah dibentuk dan diselenggarakan oleh
perguruan tinggi. antara atau perguruan tinggi dengan lainnya belum tentu
memiliki program studi yang sama. Lalu, akan dialokasikan kemana ambisi milik
mahasiswa untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya.
Akan jauh lebih baik jika artian ‘mendapatkan wawasan
sebanyak-banyaknya’
ini direalisasikan dengan kebolehan bagi mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan
di jurusan lain.
Buku berjudul Just Mercy: A Story Of Justice and
Redemption yang ditulis oleh Bryan
Stevenson menjelaskan bahwa “Yet these child had mostly recovered and been
widely embraced at American colleges and universities, where many of them had
thrived” di halaman 168. Yang mana telah menjelaskan bahwa seorang anak
pergi ke universitas atau perguruan tinggi sebagai kesempatan untuk berkembang.
Setiap mahasiswa memang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, ada yang merasa sudah cukup dengan perkuliahan yang ia jalankan
atau ikuti, namun juga ada yang lebih berambisi dari teman-temannya sehingga
merasa kurang cukup. Kurang cukup dengan perkuliahannya sendiri, dengan
buku-buku yang ada di perpustakaan, mereka membutuhkan mentor untuk bisa
menguasai ilmu di luar jurusannya.
Dalam buku berjudul Study
Smart, Study Less yang dikarang oleh Anne Crossman di halaman 4 terdapat opini
tentang mahasiswa yang bisa saja kurang cerdas karena kurang bisa belajar. “As a school counselor and former college
admissions director, I have run across many smart students who were not
successful because they didn’t know how to study”.
Sebagaimana yang ditulis dalam buku berjudul How To
Win At College: Simple Rules For Success from Star Students. Buku yang
ditulis oleh Cal Newport pada tahun 2000 ini menyatakan bahwa “If you want
to become a standout student, you must befriend a professor. Make him or her a
mentor, someone who is aware of your academic”.
Apakah rasanya tabu apabila ada dosen yang mau memberikan
wawasan lebih ada mahasiswa yang bukan dari jurusannya? Mengingat dosen adalah
sosok yang cukup sibuk, sehingga terkadang kurang bisa melakukan kewajibannya
sebagai dosen. Entah itu skip perkuliahan karena harus mengikuti seminar,
selalu memberikan tugas dan jarang memberikan materi, dan kendala-kendala
lainnya yang terjadi karena kesibukannya.
Padahal dosen adalah sosok yang sangat penting dalam
agenda perkuliahan, hal ini dijelaskan oleh Cal Newport dalam buku yang
berjudul How To Become A Straight Student: The Unconventional Strategies
Real College Students Use To Score High While Studying Less di halaman 8, bahwasannya “The problem, however, is that college is not
high school. The material to be mastered is much more complicated and the
professors have higher expectations”.
Pertanyaan tadi, bisa dijawab dengan kata ‘tidak’. Jika
mahasiswa adalah sosok yang memiliki karakteristik berbeda satu sama lain,
begitu juga dengan dosen. Pasti ada sosok dosen yang membolehkan saja mahasiswa
di jurusan lain mengikuti perkuliahannya, ada juga dosen yang siap menjawab
pertanyaan-pertanyaan seputar ilmu yang diberikan meski yang bertanya adalah
bukan mahasiswanya, dan tak terkecuali kemungkinan terburuk, juga ada dosen
yang kurang setuju dengan kampus merdeka.
Semakin setuju argumen ini didukung oleh buku berjudul Effective
Classroom Management Strategies and Classroom Management Programs for
Educational Practice yang ditulis oleh Hanke Korpershok di halaman 10 yang
bertuliskan “The differences in
achievement between students who spend a year in a class with a highly
effective teacher as opposed to a highly ineffective teacher are startling”.
Jika bicara soal kewajiban, kewajiban mereka adalah
mengajar, masih ringan bahasannya jika yang dibicarakan adalah subjek yang
diajari. Sederhananya, mereka mendapat upah dengan mengajar, lantas jika dalam
suatu perkuliahan mereka menerima mahasiswa dari luar jurusan dan tanpa ada
tenaga lebih untuk mengajar, mengapa tidak mau?
Perspektif yang Tidak Terbatas
Perspektif yang tidak terbatas akan berguna bagi
mahasiswa. Apalagi, mengingat tugas mahasiswa salah satunya adalah berbakti dan
berguna untuk masyarakat. Untuk apa diadakan KKN atau Kuliah Kerja Nyata,
diadakan PKL atau Praktek Kerja Lapangan bila tujuannya bukan untuk
meningkatkan perspektif mahasiswa?
Jangan sampai mahasiswa di Indonesia hanya pintar dalam
bidangnya saja. Cerdas, dengan IPK tinggi, namun hanya cerdas di bidang itu
saja, rasanya akan kurang. Bagaimana bila sesekali yang diapresiasi adalah
mahasiswa dengan IPK pas-pasan namun mampu melakukan banyak bidang? Mengapa
mahasiswa yang seperti ini sebaiknya mendapat apresiasi?
Sebab, mahasiswa ini telah memiliki inisiatif semasa ia
kuliah. Masih cukup jarang seorang mahasiswa memiliki inisiatif untuk mau
belajar hal lain diluar program studinya di masa kuliah. Mereka adalah sosok
yang berambisi dan visioner karena sudah yakin bahwa apa yang ia pelajari di kuliahnya
dirasa kurang untuk ‘melanjutkan hidup’.
Semakin relevan saja omongan-omongan dari mereka yang sudah berpengalaman
bahwa saat melamar kerja nanti IPK tidak terlalu berpengaruh, melainkan skill
dan pengalaman lah yang berpengaruh.
Apakah ada yang harus disayangkan jika sampai sekarang
masih belum ada saja kampus merdeka? Tentu disayangkan, sebab mereka para
mahasiswa yang memiliki ambisi besar untuk mendapatkan ilmu lebih harus
memupuskan impiannya. Mereka tetap bisa berusaha, namun akan terbatas karena
mereka hanya mendapatkan ilmu secara pasif.
Apakah persoalan akan kampus merdeka yang belum
terlaksana ini hanya jadi masalah di negara kita? Sebuah buku berjudul One
Big Thing Discovering What You Were Born To Do yang ditulis oleh Phill
Cooke sempat menulis kalimat “Most colleges aren’t helping us discover our
purpose”.
Dalam buku yang sama, dijelaskan bahwa “A significant
percentage of the millions of students who fill graduate schools today are
desperately searching for their one thing. But rather than help them discover
the secret that could launch them into a successful and fulfilling life,many
universities simply keep the addiction going—capitalizing on that need in order
to keep tuition coming in and filling seats”.
Bukan hanya kita yang berada di Indonesia saja yang
setuju bahwa kampus merdeka seharusnya ada. Buku tersebut ditulis di Kota
Tennessee di Amerika Serikat, yang mana bisa kita simpulkan bahwa kendala
meningkatkan perspektif mahasiswa di negara tersebut juga ada.
Rasanya, apakah perguruan tinggi atau universitas hanyalah sebuah lembaga
formal yang menukar uang dengan ilmu saja? atau hanya mahasiswanya saja yang kurang bisa menggali
manfaat mengikuti kuliah?
Sudah saatnya kita semua mereflkesikan kembali tujuan
masing-masing. Terkhusus mahasiswa, tanggung jawab besar yang sedang diemban pada
pundak mereka bukan hanya sekadar untuk belajar. Namun, juga untuk menjadi manusia
yang dapat bermanfaat bagi sesama dalam perspektif yang tidak terbatas. Oleh
karena itu, setiap kesempatan untuk mengembangkan diri harus dimaksimalkan
dengan sebaik mungkin.
Upaya Instansi Pendidikan Untuk Mewujudkannya
Dalam kampus merdeka, sebaiknya perguruan tinggi atau
universitas membebaskan mahasiswanya untuk belajar di perkuliahan milik jurusan
atau program studi mana saja yang mereka mau.
Lalu bagaimana dengan kapasitas kursi yang sudah diatur
dari awal sesuai dengan jumlah mahasiswa? Fleksibel saja, mahasiswa juga sudah
cukup bisa membuat solusi, apabila kelas yang ingin mereka ikuti ternyata sudah
penuh kursinya, bisa dengan mengikuti kelas lain dengan materi yang sama dan
dosen yang sama.
Akan jauh lebih baik lagi jika tidak hanya satu perguruan
tinggi saja yang bisa membebaskan mahasiswanya. Adanya kerjasama antara satu
perguruan tinggi dengan lainnya untuk membolehkan antar mahasiswa belajar
lintas universitas akan jauh lebih baik. Sebab sekali lagi, antara satu
universitas dengan universitas lainya belum tentu memiliki deretan program
studi yang sama. Antara satu dengan lainya juga memiliki dosen dan tenaga pengajar masing-masing di bidang spesifiknya yang mungkin bisa
membantu mahasiswa dalam menyelesaikan penelitiannya.
Tidak banyak ruginya untuk mengaplikasikan kebijakan ini,
tetapi dampaknya
akan luar biasa besar karena kita semua tidak ada yang tahu seberapa besar
ambisi yang dimiliki seorang mahasiswa. Semakin banyak mahasiswa yang
berprestasi, semakin banyak mahasiswa yang bersinergi karena telah banyak relasi yang terkumpul lintas
jurusan dan lintas universitas, adalah hasilnya.
Sama seperti yang ditulis dalam buku milik Jennifer
Smith, bahwasanya “Colleges and universities are filled with professors who
are brilliant in their individual fields, but because they don’t know how to
share that expertise with the world, they have little or no influence beyond the
school’s front gate”, sebuah buku yang berjudul Short Stories for Students di
halaman 6.
Kampus merdeka bukanlah kebijakan yang sulit diterapkan.
Kampus merdeka adalah langkah serta kesempatan bagi mahasiswa untuk bisa mendapatkan
perspektif, wawasan, ilmu, pengalaman, dan relas yang sebanyak-banyaknya.
Karena kampus merdeka, mahasiswa bisa mendapat celah untuk bisa belajar secara
pasif maupun aktif di luar bidang jurusannya.
Daftar Pustaka
Anne Crossman. 2011. Study Smart, Study Less: Earn
Better Grades and Higher Test Scores Learn Study Habits That Get Fast Results
Discover Your Study Persona. Berkeley: Ten Speed Press.
Bryan Stevenson. 2014. Just Mercy: A Story Of Justice
and Redemption. New York: Spiegel & Grau.
Cal Newport. 2000. How To Become A Straight Student:
The Unconventional Strategies Real College Students Use To Score High While
Studying Less. New York: Broadway Books
Cal Newport. 2000. How To Win At College: Simple Rules
For Success from Star Students. New York: Broadway Books
Charles Craver. 2012. The Intelligent Negotiator: What
To Say, What To Do, and How To Get What You Want Anytime. New York: Three
Rivers Press.
Hanke Korpershoek & Truss Harms. 2014. Effective
Classroom Management Strategies and Classroom Management Programs for
Educational Practice. Groningen: GION.
Ian Gilbert. 2006. The Big Book Of Independent
Thinking: Do Things No One Does Or Do Things Everyone Does In A Way No One
Does. Wales: Crown House Publishing Ltd.
Jennifer Smith. 2001. Short Stories for Students:
Presenting Analysis, Context, and Criticism of Commonly Studied. New York:
Gale Group.
Paul Bregman & Sara J. Berman Barett. 2003. The
Criminal Law Handbook To Survive The System 5th. New York: Consolidated
Printers, Inc.
.jpg)
Comments
Post a Comment