Bab 30 : Kembali
Belum lama ini, temanku mengeluh bahwa ia benar-benar lelah. la bilang, sabar itu tidak berguna. Letih iya, tapi tidak ada efeknya. Sudah berusaha keras untuk menahan diri, namun akhirnya meledak juga. Dia bilang, sabar itu ada batasnya. Lalu aku merenung mendengarkannya.
Seseorang yang kukenal dengan sosok penyayang dan tak pernah mengeluh itu, akhirnya menyalahkan dirinya dan orang lain dikarenakan kekecewaan yang ia tahan selama ini. la memutuskan untuk menyakiti dirinya. Baginya, tidak ada lagi kata sabar. Sebab, ia mengalami cobaan bertubi-tubi, dihantam dengan berbagai macam luka yang amat sulit untuk dipulihkan.
Sungguh sabar itu berada pada pukulan pertama. Di saat hati dan jiwa dihantam berbagai ujian dan cobaan, namun hati ikhlas dan lapang menerima. Bukan keluh ataupun marah yang bergemuruh, melainkan kalimat syukur dan tasbih atas segala peristiwa.
Bukanlah kesabaran jika masih punya batas, sebab sabar itu tak berbatas. Jika seseorang merasa berada di puncak kesabaran dan menganggap kesabarannya telah habis, artinya dia menyerah terhadap dirinya sendiri. Dia akan membuat seseorang menahan diri dari perbuatan sia-sia yang akhirnya berujung pada penyesalan.
Memang tak mudah untuk bersabar, karena ia bukan hanya kata sederhana yang diucapkan di lisan, melainkan ada makna yang begitu besar di dalamnya. Sabar adalah sebuah kata penghiburan terbaik. Sebab, siapa pun yang bersabar akan mendapatkan kedamaian dan keberuntungan yang sebenarnya. Bahkan tidak akan pernah sia-sia sebuah perjuangan tentang sabar.
Setelah sabar, kita jadi bisa mengerti diri sendiri dan orang lain. Kita paham bahwa ternyata banyak hal yang harus diperbaiki untuk menjaga kedamaian diri. Bahwa ketenangan jiwa seseorang berasal dari pengendalian yang ia usahakan. Jika kendalinya tidak kuat dan lengah, tentu akan mudah salah arah, bahkan celaka. Akibatnya, ia akan mudah marah dan berkeluh kesah yang tidak berujung.
Sudah sering kita buktikan, saat berada di ruang nestapa dan merasa tidak ada orang yang mengerti apa yang kita rasakan, seperti ingin kalah dan pasrah. Menyalahkan semua orang atas penderitaan yang kita dapatkan. Padahal, setiap manusia mempunyai porsi ujiannya masing-masing. Kita tak sadar diri lalu menyalahkan orang yang tidak ada hubungannya dengan garis hidup kita. Semakin banyak kekesalan yang kita lemparkan kepada orang lain, semakin kita ingin membenci semua orang.
Di tengah kegundahan itu, kita akan mencari sebuah pelampiasan untuk mengalihkan rasa luka. Dalam renungan sejenak kita berhenti pada sebuah kalimat yang cukup sederhana, tapi mungkin kita menghayati maknanya.
Selama ini, kita belum menyentuh kesabaran seperti itu. Apa yang kita tahu, apa yang kita rasa, orang lain harus paham dan ikut serta. Apakah benar kesabaran seindah itu? Terlihat mudah, tapi lebih rumit ketika dilakukan. Tapi itu hanya di awal saja sebenarnya. Karena yang terpenting adalah menyederhanakan rasa dan keadaan.
Kesabaran tak akan pernah sia-sia. la mungkin seperti batu besar yang harus kita bawa ke mana pun. Namun, tanpa sadar setelah kita tak lagi menggenggamnya, kita akan menjadi lebih kuat. Karena terbiasa membawa batu besar tersebut, kini hantaman-hantaman kecil tidak lagi berarti dan membuat kita tertekan, apalagi depresi.
Maka, bersabarlah kamu dengan sabar yang baik (QS 70:5)
Comments
Post a Comment