Bab 39 : Realitas Waktu
Lima sekawan itu belum beranjak semenjak selepas isya dari lorong kecil di pinggir bangunan setinggi empat setengah lantai. Mereka menghabiskan waktu dengan menyeruput kopi, bertukar sudut pandang, dan juga melempar candaan yang selalu diiringi gelak tawa. Pukul dua puluh dua lewat tiga puluh sembilan menit. Salah seorang dari mereka mengungkapkan kegelisahan. Bukan, bukan tentang ̶k̶o̶n̶d̶i̶s̶i̶ ̶r̶e̶z̶i̶m̶ ̶n̶e̶g̶e̶r̶i̶ ̶i̶n̶i̶ rasa kantuk yang mulai melanda, tapi tentang sebuah keresahan dari akal pikiran. "Kalau Sang Waktu telah mengatur semua hal tentang waktu, lalu tugas kita ngapain? Bukankah kita hanya tinggal mengikuti skenario yang ditulis dan tidak punya peluang untuk mengubah garis waktu yang telah ditetapkan oleh Sang Waktu?' Ah, sial. Obrolan filsuf abang-abangan kampus menuju tengah malam rupanya. Tak apa, kami sanggup meladeni topik itu. Pun aku selalu senang bertukar pendapat dan pandangan dengan orang-orang baru. --- Menurutku pribadi, garis waktu adalah r...